PENCITRAAN
“Jika tidak ada cermin maka seseorang tidak akan melihat dirinya sendiri”. Hanifa Fitri, Padang 17/7/17
Saya
bukan orang yang mempunyai mata besar, tapi bola mata ini masih bisa bergerak
kemanapun diruangnya. Objek yang dilihat masih jelas di retina. Manusia sebagai
subjek dan sebagai objek bisa jadi merupakan dasar bagi kita untuk melihat dan
mengenal manusia itu sendiri.
Selama
ini saya melihat manusia masih berwajah di depan. Itu zahir nya tentunya. Tapi
jika kita lihat bathin nya maka ada banyak manusia. Ada yang berwajah di
belakang, ada yang berwajah dua, dan ada yang mulutnya di belakang. Ah , begitu
barangkali suatu sindiran bagi kita menyebutkannya. Terkadang apa yang dia
tulis tak seperti apa yang dia alami sebenarnya.
Tak
dapat dipungkiri rasa kesal, tak sesuai, tak setuju, suka, senang, bahkan cinta
kepada seseorang yang kita tuju. Tapi bagaimanapun manusia adalah makhluk sosial,
dan yang menang adalah orang mempunyai sosialitas yang tinggi. Bukankah siapa
yang banyak pendukung maka dia yang menang? Orang yang bersosial akan dikenali
banyak orang, akan ditemani banyak orang, dan akan didukung banyak orang.
Walaupun kadang di sosial nya terdapat pencitraan.
Pencitraan.
Seseorang yang menganggap dirinya lebih, patut untuk dicontoh, diteladani, dan
untuk dikagumi. Orang seperti itu akan membuat dirinya terkenal dengan pamor
orang baik tiada cacat. Pencitraan, adalah suatu jalan cepat bagi orang yang
ingin menjadi petinggi di lingkungannya. Orang akan melihat wajah yang
terlihat, dan tak sadar entah bagaimana wajah sebenarnya. Begitu kita sangat
suka hal yang cepat dan tidak ribet.
Sosial
media merupakan salah satu wadah untuk kita bersosial pada zaman modern ini,
yang dapat merapatkan jarak dan mempercepat waktu. Didalamnya terdapat
perkenalan, pencitraan, mengemukakan pendapat, persetujuan pendapat, menapik
pendapat, gosip, berita benar, berita hoax, perdamaian, bahkan permusuhan mudah
ditemukan dalam satu wadah sosial media.
Tidaklah
mengherankan kalau sosial media dapat menimbulkan suka, tidak senang,
kesepakatan, kekerabatan, permusuhan, iri, dengki, kagum, bahkan diskriminasi.
Dan saya sangat benci dengan perbuatan diskriminan. Maaf sebelumnya, bahkan
sekarang ini dalam satu agama pun juga terdapat diskriminan jika salah satu
penafsiran tidak sesuai dengan penafsiran lain.
Pencitraan.
Banyak sekali orang menulis sebagai postingan di sosial media dan bermaksud
untuk dikagumi dan merekrut banyak penggemar. Padahal apa yang ditulisnya entah
asal buat saja, atau bahkan bukan hasil pemikiran mereka. Terlebih parah lagi
tulisan orang lain dijadikannya sebagai tulisan nya sendiri. Plagiat, itu
istilah kita menyebutnya. Suatu kejahatan tiada berdarah, namun pedih dan kesal
nya digerogoti semua orang yang tahu bahwa ia melakukan kejahatan. Dia yang
tidak menyadari kejahatannya akan melempar batu kepada orang banyak.
Sosial
media. Ada beberapa postingan orang-orang hanya ekspetasi. Kita tidak akan
mengetahui apakah orang ini baik, kurang baik, suka atau tidak suka kepada
kita. Kita akan jarang sekali mengetahui apakah orang ini anak petani atau anak
buruh. Semua orang hampir terlihat sama kaya. Kenyataannya? Kita belum tahu
pasti. Kadang ada orang yang gayanya selangit tapi entah bagaimana dia berdiam
sebenarnya.
Sosial
media. Kadang seseorang tidak menjadi dirinya sendiri. Sulit, menilai seseorang
dari sosial media tanpa mengetahui kenyataan sebenarnya.
Comments
Post a Comment