Mie Instan
Cepat dan mudah memang jadi alasan terbaik untuk
menyukai kata instan. Begitu juga soal makanan. Jika instan dalam makanan bisa
jadi enak tentunya, apalagi jika lapar sedang memuncak. Mie instan, salah satu
makanan instan yang mudah dan cepat disajikan. Disukai banyak orang bahkan
hampir semua orang menyukai mie instan. Terutama anak-anak.
Ketika aku kecil, mie instan adalah makanan yang
paling aku suka. Bahagia sekali bila lihat mie instan dan memakannya
mentah-mentah. Dilain sisi banyak orang yang melarangku untuk memakannya.
Terutama ibu. Ibu melarang makan mie instan dalam keadaan mentah. Apalagi
terus-menerus dan menjadi makanan favorit. Pertama kali makan mie instan itu
dengan nenekku. Nenekku mengajakku pergi main-main sekitar rumah dan menemukan
warung kecil. Di sana aku ditawarkan makan mie instan yang direbus (dengan cara
dimasukan air hangat ke dalam bungkusan mie instan dan diikat karet gelang).
Lalu ditunggu beberapa saat hingga mie instan tersebut mengembang dan siap
disajikan. Aku melihat cara memasak mie instan saat itu sangat unik. Rasanya
enak oleh ku yang masih anak-anak. Ya, waktu itu aku belum sekolah, tepatnya
mau masuk TK.
Berjalannya waktu aku telah sekolah. Jika dulu aku tak
tahu dimana mendapatkan mie instan tapi ketika usia SD ini aku dapat
mengetahuinya. Aku sering membelinya bersama teman-temanku di sekolah. Waktu
itu ada seorang dokter datang ke sekolah yang sedang duduk dekat kantin itu
bilang “jangan keseringan makan mie, lebih baik beli telur gulung ini bergizi,
sehat, tambah pintar kamu dibuatnya”.
“Haha” ibu kantin itu tertawa dan merasa dapat iklan
gratis, “haaa, dengar tu beli telur gulung ini sehat biar pintar, dokter
sendiri tuh yang bilang”.
Suatu saat di rumah, kakakku beli mie yang banyak dan
membuatkan untuk aku dan seluruh yang berada di rumah agar bisa makan mie
instan bersama. Tak sabar ingin makan mie instan, aku telah memegang garpu di
tangan kananku. Piring jatahku telah datang di depan mata dan aku pun langsung
memasukkan garpuku ke dalam gumpalan-gumpalan mie keriting yang wangi dengan
aroma bumbu-bumbu lezat. Hmm enak sekali, begitu nikmat.
“bersyukurlah dik, banyak orang di luar sana tidak
bisa makan mie instan. Mencium baunya saja tidak pernah. Banyak yang ingin
makan mie instan. Dan kamu hampir-hampir sering bisa makan mie instan” kata
kakakku sambil menukar chanel TV. Aku
yang bandel tidak menghiraukan kakakku dan melihat siaran TV yang sedang dicari
kakak. Aku berpikir saat itu kakak sedang menasihatiku agar aku tak sering
makan mie instan.
Tapi ternyata tidak begitu. Aku selalu mengingat
kata-kata kakakku. Sampai sekarang kala aku mengetikkan tulisan ini (saat
kuliah). Setiap aku makan mie instan aku selalu teringat nasehat kakakku dulu.
Setiap makan mie instan aku ingat nasehat itu dan aku bersyukur. Aku bersyukur
masih bisa makan. Apalagi makan mie. Sedangkan di luar sana banyak yang
menginginkannya. Makanya setiap makan mie atau ingin mie saja aku ingat itu dan
aku bersyukur.
Mie boleh instan, tapi untuk membuat seseorang lebih
baik lagi tidak bisa se-instan itu. Itu butuh proses. Mungkin nasehat kita saat
ini tidak didengarkan, tapi nanti akan membuahkan hasil tersendiri. Pesan ku,
jangan pernah berhenti memberi nasehat yang baik, apalagi saran. Bisa jadi itu
menjadi topik pokok dalam kepala seseorang untuk mengevalusi dirinya menjadi
orang yang luar biasa. Bisa-bisa sebagai sedekah jarriyah yang tak terputus
amalanya. InsyaAllah. J
Ya, jika dulu aku tidak mendengarkan nasehat kakakku.
Namun akhirnya nasehat itu yang ku ingat-ingat sampai saat ini. Terima kasih
kak. Adik mu ini sangat manis untuk mendengar setiap nasehat-nasehat pelita
hati. Hihihi
Comments
Post a Comment