Pesona Nagari Surau
Harapan indah kekhawatiran 'ribet'. Itulah nada-nada sebelum
aku berangkat mengikuti KKL 2 di nagari sungai durian pada hari itu. Indah
dalam makna alam yang indah, sejuk dan menyenangkan. Suatu hal baru yang belum
aku temui dan cantik untuk dipelajari tentu bukan hanya pada dua dimensi saja.
Suatu benda yang mampu merekam satu detik dalam hidup kita
itu harus aku manfaatkan dengan baik. Dan suatu benda yang bisa merekam jejak
kemana aku pergi tentu harus ada sebelum hari H. Ya, gampang cara memang
menggunakan GPS pada android. Namun semua handphone android ku telah rusak
akibat banjir yang datang sebelumnya. Hari itu juga ku usahakan segala cara
untuk mendapatkan benda perekam jejak tersebut. Dengan keterbatasan uang pada
tanggal tua ini ku beli baterai android yang murah saja asal bisa digunakan GPS
nya. Berhasil? Tentu. Berusaha meminimalkan benda yang aku bawa dengan tas
kecilku yang enteng. Gampang sehingga mengurangi bermacam kerepotan tertentu di
lapangan.
Pagi itu hari H. Berbondong-bondong mobil paling keren
kelihatan bagiku telah berbaris rapi di depan lapangan tempat aku kuliah. Salah
satu kata sambutan dosen “ya sebab kita geografi bersahabat dengan Laut, Udara,
dan Darat” , sambil menunjuk pandang ke mobil TNI Angkatan Laut, TNI angkatan
Udara, dan Darat serta mobil Polisi dengan Anggota yang gagah berseragam. Semua
anggota KKL bangga seketika baris kata sambutan itu dibunyikan.
Semangat? Ya, tak sabar ingin melihat negeri baru yang
mungkin belum terjejaki sebelumnya. Melihat alam dan budaya yang mungkin jadi
berbeda dengan lingkunganku. Kesan pertama naik mobil ini adalah kita
didahulukan di jalan raya. Semua kendaraan berhenti untuk mempersilahkan kami,
sehingga mata memandang beragam tanya kepada kami. Kesan kedua dan terakhir
mungkin mobil ini terasa sangat kencang dan berguncang lebih bagiku yang baru
pertama kali dan belum terbiasa dengan mobil ini.
Langsung saja kita lompat kelapangan tujuan. Nagari ini
bernama Sungai Durian kawan, di Kec. Patamuan Kab. Padang Pariaman lengkapnya. Dengan
arah mata angin yang abu-abu aku berjalan entah arahnya kemana. Pertama aku
mengunjungi surau dekat dengan lokasi camp ini. Dibalik kedai dimana aku minum
kopi hitam terlihat bara hitam yaitu tempurung kelapa yang telah dibakar banyak
sekali. Memang untuk dijual dan dimanfaatkan lebih lanjut untuk konsumen
berikutnya. Begitu kalimatku dalam hati sambil melihat bolak-balik kearah kopi
dan arang itu yang sama hitamnya. Lama yang terasa singkat duduk di warung
kecil ini sambil ‘ngopi’ yang panas menunggu hangat, dan hangat menunggu sejuk.
Tiga kelompok orang yang aku temui selama duduk disini dan beberapa kelompok
yang menyapaku kawan. Dari kelompok anak kecil yang lucu-lucu, kelompok junior
yang lucu, hingga kelompok seangkatan yang ramah-ramah.
Lokasi camp yang strategis berdekatan dengan Sungai, Surau
, dan mata air yang jernih menjadikan segala yang ribet itu nyaman bagiku dan semua
anggota luasnya. Suhu udara yang panas orang kata tapi tidak begitu bagiku,
terasa sejuk dan sedikit hangat saja. Dan sedikit jengkel juga mendengar
beberapa orang yang mengeluh sebab kondisi suhu.
Pekerjaan yang paling aku suka pada tenda yaitu mencuci
piring. Dan aku mungkin anggota tenda yang paling pemalas disini. Terlihat
memang tak banyak aku melakukan pekerjaan itu, sebab anggota yang lain
rajin-rajin dan cepat tangan. Disini aku belajar dari mereka. Memasak? Tentu
aku ikut memasak. Namun lebih tepatnya hanya menolong memasak atau mungkin
hanya melihat kegiatan itu. Bukan berarti aku tak mau ikut serta, sebab yang
tadi tentunya yaitu anggota kelompokku yang cepat tangan untuk berbagai
kegiatan. Bisakah? Ya aku bisa memasak namun tidak begitu ‘pandai’. Sulit
menjelaskannya kepada orang yang selalu mengejekku tidak bisa memasak.
Pagi, siang, sore, malam, subuh, selalu terlihat indah di
beberapa sudut mata memandang. Pagi dengan langit biru tua yang menawan. Siang
dengan mentari menyinari, langit biru dan hiasan awan yang cerah. Sore dengan
safa’ merah di utara timur membentuk bibir awan di langit ungu
kejingga-jinggaan. Dan malam dengan hiasan bintang-bintang dan rembulan yang
terang di luasan langit kelam. Serta subuh yang membuat pohon-pohon kelapa nan
hitam redup dengan langit biru keungu-unguan sebagai latar belakangnya seperti
melihat sebuah lukisan klasik nan padu (dilihat dari surau atas kea rah timur
utara).
Gambar. Safa' merah di sore hari
Gambar. Siang hari yang cerah
Gambar. Pagi nan sejuk
Tugas. Disini tujuan utama yaitu ‘tugas’ yang menghasilkan
laporan dan seminar. Dinamakanlah tugas tersebut penelitian. Beberapa orang
mengeluh sebab laporan yang menuntut. Tapi apalah arti penelitian tanpa sebuah
laporan sebagai hasil.
Nah, mengapa aku menyebut judul ini Pesona Nagari Surau?
Bukan sebab namanya, bahkan nama nagari ini Nagari Sungai Durian, yang kita
pasti menemukan sungai disini, tapi tak ku dapati durian disini. Yang banyak
sekali kutemukan pohon pepaya yang berbaris-baris, dimana-mana. Tak heran jika
disini harga sekilo pepaya begitu murah. Melangkah hari kedua tepat hari
pertama aku penelitian melakukan observasi ke jatah daerah penelitian kelompok
kami. Coba tebak apa yang aku temukan mengenai judul ini? Ya, aku menemukan
tiga surau. Dan hanya satu surau yang berfungsi setiap hari. Kutanya kepada
bapak dibelakang surau itu katanya “disini ada dua surau yang aktif sedangkan
yang lainnya hanya buka pada bulan puasa”. Awalnya dengan langkah ragu sedikit
kita menelusuri semak-semak yang sunyi ini hingga tampak yang pertama itu
Surau, terlihat tua tapi indah dengan rumput-rumput kecil dihalaman, dan
beberapa bambu hijau tua disamping surau itu. Sunyi, hanya kicauan burung dan
jangkrik yang terdengar. Selama di nagari ini aku temukan lima surau dengan
jarak yang tidak jauh dan tidak dekat dengan jalan kaki. Maka aku klaim saja
bahwa nagari ini pasti banyak surau lain. Oh, aku sangat suka kondisi ini,
bangunan surau klasik dan nyayian burung dan serangga yang merdu. Memikatku
dengan anak-anak yang belajar mengaji, tertib, dan patuh. Pesonanya begitu
menyentuh.
Siang itu cerah, langit biru dan tiada awan kelabu. Bukan
berarti tak kan hujan apalagi badai, namun kadang suatu kejadian diluar dugaan
kita. Anggota bersemangat mencari kayu besar untuk membuat api unggun di tengah
lapangan camp. Tak sabarnya akan acara api nanti malam membuatku untuk melihat
kayu yang akan dijadikan abu itu lebih dekat. Langit semakin redup diiringi
matahari yang tengah tenggelam, gelap, namanya malam. Hingga tetes-tetes air
jatuh ke daratan bumi ini. Terlihat kayu besar itu di tutupi terpal hitam
menghalangi air hujan.
Disini keceriaan camping kami rasakan dengan warna-warni
tanpa pelangi. Derasnya hujan membuat suhu menjadi turun beberapa derjat hingga
suatu genangan terlihat. Bukan hanya itu, tenda kami yang dihadapan penurunan
sedikit berliku menggenangi air dibawah terpal yang dilapisi tikar tebal ini.
Perlahan masuklah air dari sebuah lobang kecil di tengah-tengah terpal yang
membasahi punggungku saat berbaring. “Ini air, ada air masuk” kataku dengan
sedikit gelisah kalau tenda ini karam. Semua anggota kelompok sibuk dengan satu
lobang kecil ini yang membuat tenda kami karam sesaat. Semua kepala berpikir
apa yang harus dilakukan agar tenda ini aman. Cara konyol yang aku buat yaitu
menempelkan lakban besar kesemua bibir tikar itu. Tentu tidak berhasil. Cara
kedua kami menempelkan lakban tepat pada lobang kecil itu. Tidak berhasil.
Ketiga, kami gunakan stiker alat survey untuk menutup lobang itu. Tidak
berhasil. Cara keempat, kami teteskan lilin menutupi lobang kecil itu. Tidak
berhasil. Cara kelima, permen karet. Nyaris berhasil, sebab kunyahan permen
karet yang belum matang. Tahap keenam, kami tinggikan dimana lobang kecil
berada menggunakan satu nesting dan menempelkan permen karet yang telah
dikunyah lentur, dan menutupi kembali dengan lakban. Berhasil. Setelah itu kami
tertawa ria dengan kelakuan kami yang sangat panik dan konyol malam itu.
Hujan teruslah datang. Akibatnya acara puncak itu diundur
sementara. Kami bermain teka-teki, kartu, sambil mendengar lagu, dan lawakan
acara pentas. Hingga hujan berlahan reda, dengan suhu yang semakin menurun.
Sampai akhirnya merahlah pemandangan lapangan yang pusatnya api yang
menyala-nyala.
Malam itu hujan dengan paginya yang cerah.
Comments
Post a Comment